Monday, June 27, 2011

Daerah Tertinggal Diantara Gelimang Butiran Emas



Ibarat kapal, Kabupaten Bombana hanya sandar di dermaga, tetapi enggan untuk berlayar meski muatan dan penumpangnya telah melebihi kapasitas, sebab masih menunggu sang nakhoda handal yang hendak membawa kapal tersebut, sehingga tidak terombang-ambing diterpa ombak samudera, seperti yang telah terjadi pada periode sebelumnya.
Awal dimekarkannya Kabupaten Bombana, 7,7 tahun lalu, dinakhodai dr. Sjafiudin Dullah, selama hamper 1,3 tahun sejak Desember 2003 hingga awal tahun 2005 dan dilanjutkan oleh Drs. Jaliman Madi, MM, hanya ditekankan pada tiga hal prioritas  yang meliputi, pembentukan struktur pemerintahan dilanjutkan pembentukan badan, dinas dan kantor.
Hal kedua yakni melaksanakan program pembangunan dan pelayanan masyakat, dan ketiga adalah mempercepat proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah, yang pada akhirnya pasangan Atikurahman-Subhan Tambera dan dilantik  oleh Gubernur Sultra yang saat itu masih dijabat Ali Mazi, SH, berdasarkan surat keputusan (SK) Mendagri No 131.54/965 tanggal 25 Oktober 2005.
Visi dan misi pasangan Atikurahman-Subhan Tambera, muaranya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari multi sector baik pertanian, peternakan, perkebunan, dan pengelolaan sumber daya alam secara maksimal.
Visi dan misi itu, tidak satu kata pun yang salah meskipun faktanya justru berbanding terbalik, bahwa pengelolaan kekayaan alam seperti tambang hanya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi orang per orang atau kelompok.
Penilaiannya adalah hasil eksplorasi dan eksploitasi tambang nikel di hampir seluruh kawasan di Pulau Kabaena, tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar areal tambang itu sendiri, yang ada justru indikasi pemerasan dan penindasan warga,  seperti nilai jual tanah yang hanya Rp. 1.000 hingga Rp. 2.000 per meter.
Selain nikel yang cadangannya diperkirakan mencapai 2,3 juta ton, terdapat juga jenis tambang potensial lain di pulau agamis itu seperti batu chromite, marmer, permata, emas.
“Dengan kekayaan alam yang dimiliki di Kabaena tersebut, idealnya masyarakat yang mendiami pulau itu sudah akan sejahtera, karena telah masuknya puluhan perusahaan tambang. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat semakin merasa tersakiti,” ujar coordinator LSM Sagori, Sahrul.
Itu baru kekayaan alam yang di Pulau Kabaena. Selanjutnya adalah di wilayah Rumbia dan sekitarnya, kekayaan alam yang lebih melimpah dan sekarang sedang diolah besar-besaran adalah tambang emas. Cadangan emas di Bombana diperkirakan mencapai 156.000 ton dan sedang dikelola sebanyak 90 perusahaan tambang.
Saat ditemukannya tambang emas di Desa Tahiite, Kecamatan Rarowatu 2008 lalu, seolah memberikan secerca harapan bagi masyarakat Sulawesi Tenggara, khususnya dan wilayah timur Indonesia pada umumnya, sebab ada wacana berkembang bahwa areal tambang di Bombana akan dikelola dalam bentuk pengorganisasian tambang rakyat.
Sayangnya wacana tersebut hanya seumur jagung, sebab Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengambil alih pengolahan tambang dengan alasan untuk menyelamatkan aset Negara, sebagaimana tertuang dalam UU Dasar 1945 yang menyebutkan bumi dan air serta kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Alasan Pemprov untuk mengambil alih pengolahan tambang tersebut mestinya disadari oleh Pemerintah Kabupaten Bombana, sebagai bentuk ketidakberhasilannya dalam mengelola sumberdaya alam yang diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Indicator ketidakberhasilan Pemkab Bombana tersebut salah satunya adalah masih ditetapkannya sebagai daerah tertinggal bersama 137 daerah lainnya dari sebanyak 457 kabupaten/kota di Indonesia.
Ditetapkannya Bombana sebagai salah satu daerah tertinggal yakni masih tingginya jumlah penduduk penduduk miskin yang mencapai 20,200 kepala keluarga atau  16,63 persen dari total penduduk 111.481 jiwa.
Selain itu, alasan paling mendasar adalah karena pembangunan sarana infrastruktur seperti jalan di daerah penghasil emas ini masih jauh lebih tertinggal dibanding Kabupaten Buton Utara yang baru sekitar empat tahun lalu dimekarkan.

No comments:

Post a Comment